Filosofi pendidikan menurut ki hajar dewantara adalah?
Jawaban 1 :
Menurut Ki Hadjar Dewantara, hakikat pendidikan adalah sebagai usaha untuk menginternalisasikan nilai-nilai budaya ke dalam diri anak, sehingga anak menjadi
manusia yang utuh baik jiwa dan rohaninya.
Dijawab Oleh :
Dedi Setiadi, S. Pd. M.Pd.
Jawaban 2 :
Menurut Ki Hadjar Dewantara, hakikat pendidikan adalah sebagai usaha untuk menginternalisasikan nilai-nilai budaya ke dalam diri anak, sehingga anak menjadi manusia yang utuh baik jiwa dan rohaninya.
Dijawab Oleh :
Dr. Wawan Suherman, S. Pd. M.Pd.
Penjelasan :
Latar Belakang dan Konteks Pemikiran Ki Hajar Dewantara
Untuk memahami kedalaman filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, penting untuk menilik latar belakang kehidupannya dan konteks sosial-politik di zamannya. Ki Hajar Dewantara, yang terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, hidup di masa kolonialisme Belanda yang menindas. Pendidikan saat itu didominasi oleh sistem yang diskriminatif, hanya melayani kepentingan penjajah dan segelintir bangsawan, tanpa menyentuh rakyat jelata.
Pergulatan Bangsa dan Inspirasi Pendidikan
Pengalaman pahit akan ketidakadilan dan penindasan kolonialisme membentuk pandangan Ki Hajar Dewantara terhadap pentingnya pendidikan sebagai jalan menuju kemerdekaan. Ia melihat bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya bebas dari penjajah fisik, melainkan juga kemerdekaan berpikir dan berbudaya. Ide-ide ini kemudian menjadi landasan bagi filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara yang berpusat pada pembebasan dan pencerahan.
Mendirikan Taman Siswa sebagai Arena Perjuangan
Pada tahun 1922, Ki Hajar Dewantara bersama rekan-rekannya mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa. Ini bukan sekadar sekolah, melainkan sebuah medan perjuangan kultural dan nasionalisme. Taman Siswa menjadi laboratorium tempat filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara diimplementasikan secara nyata, menunjukkan bahwa pendidikan yang berpihak pada rakyat dan berakar pada budaya bangsa adalah mungkin.
Pilar Utama Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara dibangun di atas beberapa pilar kokoh yang saling berkaitan, membentuk sebuah sistem pendidikan yang holistik. Pilar-pilar ini menekankan pentingnya menghargai kodrat anak, peran aktif guru, dan relevansi pendidikan dengan kebudayaan.
Azas Tri Kon (Kontinu, Konvergen, Konsentris)
Azas Tri Kon adalah fondasi fundamental dalam filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara.
- Kontinu: Pendidikan harus berlangsung secara terus-menerus dan berkelanjutan, tidak terputus. Pengembangan budaya bangsa harus diteruskan dari generasi ke generasi, dengan tetap berakar pada nilai-nilai luhur.
- Konvergen: Pendidikan harus terbuka terhadap pengaruh budaya asing yang positif, namun tetap selektif dan disaring sesuai dengan kepribadian bangsa. Tujuannya adalah memperkaya budaya sendiri tanpa kehilangan identitas.
- Konsentris: Pendidikan harus berpusat pada nilai-nilai budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia. Meskipun terbuka terhadap luar, inti pendidikan harus tetap pada kekayaan budaya sendiri sebagai sumber identitas dan kekuatan.
Sistem Among: Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani
Sistem Among adalah metode pengajaran yang sangat khas dalam filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Ini adalah pedoman bagi para pendidik (pamong) dalam membimbing anak didik mereka.
- Ing Ngarso Sung Tulodo: Di depan, seorang guru harus memberi teladan. Guru bukan hanya penyampai materi, tetapi juga model perilaku, etika, dan karakter yang patut dicontoh oleh siswa.
- Ing Madyo Mangun Karso: Di tengah, guru harus membangkitkan semangat dan kemauan. Guru harus mampu memotivasi siswa untuk berkreasi, berinovasi, dan mengembangkan potensi diri, bukan hanya menuruti perintah.
- Tut Wuri Handayani: Di belakang, guru harus memberikan dorongan dan arahan. Guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar dan berkembang sesuai dengan kodratnya, sambil tetap memberikan dukungan dan pengawasan agar tidak tersesat.
Pendidikan sebagai Tuntunan Hidup Anak
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Artinya, filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara tidak bertujuan untuk mengubah kodrat anak, melainkan menuntunnya agar mencapai versi terbaik dari dirinya. Pendidikan harus relevan dengan “kodrat alam” dan “kodrat zaman” anak, mengakomodasi minat dan bakat mereka, serta mempersiapkan mereka menghadapi masa depan.
Konsep Kemerdekaan dalam Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Asas kemerdekaan adalah inti dan jiwa dari filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Kemerdekaan dalam konteks pendidikan diartikan sebagai kebebasan yang bertanggung jawab, baik bagi pendidik maupun peserta didik.
Merdeka Belajar: Hakiki dan Hakiki
Konsep kemerdekaan belajar yang digaungkan Ki Hajar Dewantara jauh mendahului zamannya. Filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan potensi dirinya tanpa paksaan. Ini bukan berarti kebebasan tanpa batas, melainkan kebebasan yang terarah dan bertanggung jawab. Guru berfungsi sebagai ‘pamong’ yang menuntun, bukan ‘momong’ yang menggampangkan atau ‘among’ yang berkuasa penuh.
Peran Guru sebagai Pamong dan Fasilitator
Dalam sistem pendidikan yang merdeka, peran guru mengalami pergeseran signifikan. Guru bukan lagi pusat dari segala informasi atau otoritas tunggal, melainkan seorang pamong.
-
Guru sebagai Inspirator dan Teladan
Sebagai inspirator, guru harus mampu menumbuhkan rasa ingin tahu dan semangat belajar pada anak. Sebagai teladan, perilaku dan sikap guru menjadi cerminan nilai-nilai yang ingin ditanamkan.
-
Guru sebagai Pemberi Dorongan dan Motivasi
Guru harus mampu melihat potensi unik setiap anak dan memberikan dorongan yang tepat agar potensi tersebut dapat berkembang optimal. Mereka tidak memaksakan kehendak, tetapi menstimulasi kemandirian dan kreativitas.
Relevansi Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara di Era Modern
Meskipun digagas hampir satu abad yang lalu, filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara tetap relevan dan bahkan semakin dibutuhkan di era modern yang penuh tantangan. Era disrupsi teknologi, informasi yang melimpah, dan perubahan sosial yang cepat menuntut pendekatan pendidikan yang adaptif dan berpusat pada manusia.
Tantangan dan Adaptasi Implementasi
Mengimplementasikan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara di era digital bukanlah tanpa tantangan. Kurikulum yang padat, tuntutan ujian standar, dan tekanan globalisasi seringkali menghimpit ruang gerak untuk kemerdekaan belajar. Namun, esensi dari ajaran Ki Hajar Dewantara dapat diadaptasi. Misalnya, konsep “kodrat zaman” menuntut pendidikan yang terus-menerus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masa depan, tanpa kehilangan “kodrat alam” atau identitas budaya.
Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila
Pemerintah Indonesia melalui program “Merdeka Belajar” secara eksplisit merujuk pada pemikiran Ki Hajar Dewantara. Konsep “Profil Pelajar Pancasila” yang menekankan pada beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif, sangat selaras dengan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Ini adalah upaya untuk membentuk generasi yang memiliki karakter kuat, berakar pada budaya bangsa, namun tetap kompetitif di kancah global.
Kesimpulan
Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah sebuah mahakarya pemikiran yang tidak hanya membentuk sistem pendidikan di Indonesia, tetapi juga menawarkan panduan universal untuk memanusiakan pendidikan. Dari Azas Tri Kon yang mengintegrasikan budaya lokal dan global, Sistem Among yang memuliakan peran guru sebagai penuntun, hingga konsep kemerdekaan yang mendorong kemandirian, setiap aspek dari ajarannya resonan dengan kebutuhan zaman. Di tengah kompleksitas dunia modern, memahami dan mengimplementasikan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara menjadi semakin krusial. Ini bukan hanya tentang mengenang pahlawan, tetapi tentang terus menghidupkan semangatnya untuk menciptakan generasi yang cerdas, berbudaya, merdeka, dan siap menghadapi masa depan dengan penuh kebijaksanaan.