Berikut yang bukan dari prinsip dalam membuat pertanyaan refleksi adalah

Berikut yang bukan dari prinsip dalam membuat pertanyaan refleksi adalah

Jawaban 1 : 

Berikut prinsip dalam melakukan refleksi di kelas :

Berkelanjutan, dalam membuat pertanyaan refleksi prinsip pertama yang perlu diperhatikan adalah pertanyaan tersebut bersifat berkelanjutan.
Komprehensif, kegiatan refleksi pembelajaran dilakukan secara menyeluruh mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga hasil pembelajaran.
Terintegrasi, refleksi dilakukan secara terintegrasi antar aspek-aspek pembelajaran. Masing-masing aspek yang ada dalam kegiatan pembelajaran memiliki hubungan satu sama lain.
Jujur, kegiatan refleksi harus dilakukan secara jujur.
Sistematis, prinsip dalam melakukan refleksi adalah sistematis.
Pembahasan
Refleksi pembelajaran merupakan kegiatan yang perlu dilakukan sebagai bahan untuk melakukan introspeksi diri yang harapannya bisa membantu meningkatkan kualitas pembelajaran.

Ada 3 bagian dalam kegiatan pembelajaran yang bisa dilakukan refleksi yaitu refleksi pada tahap perencanaan pembelajaran, tahap pelaksanaan dan hasil belajar peserta didik.

Dijawab Oleh : 

Dedi Setiadi, S. Pd. M.Pd.

Jawaban 2 : 

Berikut prinsip dalam melakukan refleksi di kelas :

  • Berkelanjutan
  • Komprehensif
  • Terintegrasi
  • Jujur
  • Sistematis

Refleksi pembelajaran merupakan kegiatan yang perlu dilakukan sebagai bahan untuk melakukan introspeksi diri yang harapannya bisa membantu meningkatkan kualitas pembelajaran.

Dijawab Oleh : 

Ahmad Hidayat, S. Pd.

Penjelasan :

Pentingnya Pertanyaan Refleksi dalam Pengembangan Diri dan Profesional

Pertanyaan refleksi adalah instrumen ampuh yang memfasilitasi internalisasi pengalaman menjadi pembelajaran. Dalam konteks pengembangan diri, pertanyaan-pertanyaan ini mengajak kita untuk merenungkan nilai-nilai pribadi, tujuan hidup, dan bagaimana kita berinteraksi dengan dunia sekitar. Proses ini esensial untuk membangun kesadaran diri yang kuat, mengidentifikasi kekuatan, serta menyadari area-area yang memerlukan perbaikan.

Di ranah profesional, pertanyaan refleksi berperan vital dalam peningkatan kinerja dan inovasi. Para profesional, pendidik, maupun pemimpin dapat menggunakannya untuk menelaah keberhasilan dan kegagalan sebuah proyek, mengevaluasi strategi yang telah diterapkan, dan mengembangkan praktik terbaik berbasis bukti. Ini tidak hanya membantu individu belajar dari kesalahan, tetapi juga memupuk budaya organisasi yang adaptif dan berorientasi pada peningkatan berkelanjutan. Melalui refleksi, pengalaman yang tadinya bersifat pasif dapat diubah menjadi katalisator perubahan positif dan pertumbuhan yang berarti.

Baca Juga:  Memetik buah mangga termasuk gerak​

Prinsip-Prinsip Esensial dalam Merumuskan Pertanyaan Refleksi

Merumuskan pertanyaan refleksi yang efektif memerlukan pemahaman akan beberapa prinsip dasar. Prinsip-prinsip ini memastikan bahwa pertanyaan tersebut mampu memicu pemikiran mendalam, mendorong analisis kritis, dan mengarahkan pada pembelajaran yang berarti serta tindakan konkret di masa depan.

Berfokus pada Pengalaman dan Pembelajaran

Pertanyaan refleksi yang baik selalu berakar pada pengalaman spesifik yang telah terjadi. Ini membantu individu untuk mengkontekstualisasikan pemikiran mereka dan mencegah refleksi menjadi terlalu abstrak atau teoritis. Fokus pada pengalaman memungkinkan penjelajahan emosi, keputusan, dan hasil yang terkait langsung dengan situasi nyata.

Pertanyaan semacam ini mengajak seseorang untuk menggali apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana perasaan mereka saat itu, dan apa yang mereka pelajari dari keseluruhan dinamika peristiwa. Misalnya, alih-alih bertanya “Apakah Anda belajar sesuatu?”, pertanyaan yang lebih efektif akan berbunyi, “Dari pengalaman presentasi kemarin, apa satu hal paling penting yang Anda pelajari tentang cara menyampaikan informasi kepada audiens yang beragam?”

Mendorong Analisis Mendalam dan Kritis

Prinsip berikutnya adalah merumuskan pertanyaan yang mendorong individu untuk melampaui deskripsi permukaan dan masuk ke dalam analisis yang lebih dalam. Pertanyaan refleksi tidak seharusnya hanya memerlukan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ atau sekadar pengulangan fakta. Sebaliknya, mereka harus memprovokasi pemikiran tentang ‘mengapa’, ‘bagaimana’, dan ‘apa dampaknya’.

Analisis kritis melibatkan pemeriksaan asumsi, motif, pilihan, dan konsekuensi. Ini mendorong reflektor untuk mempertanyakan perspektif mereka sendiri dan mempertimbangkan sudut pandang lain. Di bawah ini yang termasuk pertanyaan refleksi adalah yang menantang seseorang untuk menggali akar masalah, memahami dinamika kompleks, dan mengevaluasi efektivitas tindakan mereka, misalnya: “Mengapa Anda memilih pendekatan tersebut dibandingkan alternatif lain, dan apa yang Anda harapkan akan terjadi?”

Berorientasi pada Tindakan dan Perbaikan di Masa Depan

Refleksi yang efektif tidak berakhir pada pemahaman masa lalu, tetapi juga mengarah pada perbaikan di masa depan. Pertanyaan refleksi harus membimbing individu untuk mengidentifikasi langkah-langkah konkret yang dapat mereka ambil berdasarkan pembelajaran yang diperoleh. Ini mengubah refleksi dari sebuah latihan intelektual menjadi fondasi untuk pertumbuhan dan perubahan nyata.

Pertanyaan yang berorientasi pada tindakan membantu menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik. Mereka mendorong perencanaan strategis dan komitmen untuk menerapkan wawasan baru. Contoh pertanyaan yang mencerminkan prinsip ini adalah: “Berdasarkan pembelajaran Anda dari insiden ini, langkah konkret apa yang akan Anda ambil berbeda di situasi serupa di masa mendatang?” atau “Bagaimana Anda akan mengaplikasikan wawasan ini untuk meningkatkan kolaborasi tim Anda di proyek berikutnya?”

Baca Juga:  Kantor virtual mulai muncul pada tahun

Membedah “Yang Bukan” dari Prinsip Pertanyaan Refleksi yang Efektif

Memahami apa yang bukan termasuk prinsip dalam membuat pertanyaan refleksi adalah sama pentingnya dengan memahami prinsip-prinsip itu sendiri. Dengan menghindari jenis pertanyaan tertentu, kita dapat memastikan bahwa proses refleksi tetap produktif dan berharga. Berikut yang bukan dari prinsip dalam membuat pertanyaan refleksi adalah:

Pertanyaan yang Mengarahkan atau Menghakimi

Pertanyaan refleksi seharusnya bersifat netral dan tidak menghakimi. Pertanyaan yang mengarahkan atau mengandung bias akan membatasi ruang bagi reflektor untuk berpikir secara mandiri dan jujur. Pertanyaan semacam ini seringkali sudah menyiratkan jawaban yang diharapkan atau bahkan menyalahkan reflektor, sehingga menciptakan lingkungan yang tidak aman untuk berbagi pemikiran yang otentik.

Misalnya, pertanyaan seperti “Bukankah seharusnya Anda sudah tahu cara melakukannya dengan lebih baik?” adalah pertanyaan yang menghakimi dan tidak akan menghasilkan refleksi yang konstruktif. Pertanyaan refleksi yang efektif harus membuka ruang untuk eksplorasi dan pemahaman, bukan untuk konfirmasi dugaan atau perasaan bersalah. Dengan menghindari pertanyaan yang mengarahkan, kita memungkinkan reflektor untuk menemukan kebenaran mereka sendiri tanpa tekanan eksternal.

Pertanyaan dengan Jawaban Ya/Tidak Sederhana atau Fakta Murni

Salah satu kekeliruan umum dalam merumuskan pertanyaan refleksi adalah mengajukan pertanyaan yang hanya bisa dijawab dengan ‘ya’ atau ‘tidak’ atau sekadar mengulang fakta. Pertanyaan tertutup semacam ini tidak mendorong analisis mendalam atau pemikiran kritis, dan consequently, gagal memicu proses refleksi yang sebenarnya.

Kurangnya Potensi Eksplorasi Diri

Pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban biner atau faktual tidak memberikan ruang bagi individu untuk mengeksplorasi perasaan, motivasi, atau interpretasi pribadi mereka. Misalnya, pertanyaan “Apakah Anda menyelesaikan tugas tepat waktu?” meskipun relevan untuk evaluasi, bukanlah pertanyaan refleksi yang efektif karena jawabannya bersifat faktual dan tidak membutuhkan introspeksi. Eksplorasi diri adalah inti dari refleksi, dan pertanyaan tertutup meniadakan kesempatan ini.

Menghambat Pengembangan Pemahaman yang Mendalam

Untuk mengembangkan pemahaman yang mendalam, seseorang perlu menggali lebih dari sekadar permukaan. Pertanyaan yang memungkinkan jawaban singkat menghambat kemampuan reflektor untuk mengartikulasikan nuansa, kompleksitas, dan implikasi dari pengalaman mereka. Di bawah ini yang bukan dari prinsip dalam membuat pertanyaan refleksi adalah pertanyaan yang membatasi jawaban pada informasi deskriptif tanpa memicu analisis atau evaluasi. Misalnya, “Siapa yang hadir dalam pertemuan tersebut?” adalah pertanyaan faktual, bukan refleksi. Seharusnya, pertanyaan refleksi mendorong seseorang untuk bertanya mengapa sesuatu terjadi seperti itu, apa yang dirasakan, dan apa yang bisa dipelajari dari konteks tersebut.

Baca Juga:  Berikut yang bukan dari prinsip dalam membuat pertanyaan refleksi adalah

Mengintegrasikan Prinsip dalam Praktik: Contoh Pertanyaan Refleksi Efektif

Setelah memahami prinsip-prinsip yang benar dan yang harus dihindari, mari kita lihat bagaimana prinsip-prinsip tersebut diterapkan dalam praktik. Di bawah ini yang termasuk pertanyaan refleksi adalah pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk membuka ruang eksplorasi, analisis, dan perencanaan masa depan, mendorong individu untuk berpikir melampaui batasan dan menggali inti pembelajaran.

Berikut adalah beberapa contoh pertanyaan yang menerapkan prinsip-prinsip refleksi yang efektif:

  • “Apa momen paling menantang dari pengalaman ini, dan bagaimana Anda mengatasi rintangan tersebut?” (Berfokus pada pengalaman, mendorong analisis).
  • “Perasaan apa yang muncul saat Anda menghadapi situasi tersebut, dan bagaimana perasaan itu memengaruhi keputusan yang Anda ambil?” (Mendorong analisis mendalam emosional dan kognitif).
  • “Apa asumsi-asumsi yang Anda miliki sebelum memulai tugas ini, dan bagaimana asumsi-asumsi tersebut berubah setelah Anda menyelesaikannya?” (Mendorong analisis kritis terhadap perspektif).
  • “Jika Anda diberikan kesempatan untuk mengulang kembali skenario ini, apa satu hal yang akan Anda lakukan secara berbeda, dan mengapa perbedaan itu penting bagi Anda?” (Berorientasi pada tindakan dan perbaikan di masa depan).
  • “Bagaimana pembelajaran dari pengalaman ini dapat diterapkan pada tantangan serupa di masa depan, baik dalam konteks pribadi maupun profesional?” (Berorientasi pada tindakan dan keberlanjutan pembelajaran).
  • “Apa insight (wawasan) paling berharga yang Anda peroleh dari proses ini, dan bagaimana wawasan tersebut mengubah cara pandang Anda?” (Mendorong analisis mendalam dan identifikasi pembelajaran inti).

Contoh-contoh ini menunjukkan bagaimana pertanyaan refleksi yang baik melibatkan proses berpikir yang kompleks, mendorong introspeksi, dan mengarahkan pada identifikasi langkah-langkah perbaikan yang konkret.

Kesimpulan

Membuat pertanyaan refleksi yang efektif adalah seni sekaligus keterampilan yang krusial untuk pembelajaran berkelanjutan dan pengembangan diri. Dengan memahami bahwa refleksi harus berfokus pada pengalaman, mendorong analisis mendalam, dan berorientasi pada tindakan, kita dapat merumuskan pertanyaan yang memicu pertumbuhan yang berarti. Sebaliknya, penting untuk menghindari pertanyaan yang mengarahkan atau menghakimi, serta pertanyaan yang hanya menghasilkan jawaban ‘ya/tidak’ atau fakta murni, karena ini justru menghambat proses refleksi yang produktif.

Dengan demikian, untuk memastikan sebuah proses refleksi berjalan optimal, kita harus selalu bertanya pada diri sendiri apakah pertanyaan yang kita ajukan mampu membuka ruang untuk eksplorasi diri yang otentik, apakah ia mendorong pemikiran kritis, dan apakah ia menginspirasi tindakan perbaikan di masa depan. Menguasai prinsip-prinsip ini akan membekali kita dengan alat yang powerful untuk mengoptimalkan setiap pengalaman menjadi kesempatan belajar yang tak ternilai harganya.

Tinggalkan komentar