“Barang siapa menutup aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat”. Hadis di atas diriwayatkan oleh…
Jawaban 1 :
مَنْ سَتَرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ فِي الدُّنْيَا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa menutup aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat”. « H.R Ahmad »
Itu merupakan kutipan hadits riwayat Ahmad.
Dijawab Oleh :
Yuyun Yulianti, S. Pd.
Jawaban 2 :
﷽
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah No.2536.
Bunyi arti hadits :
“Barang siapa yang menutupi aib saudara muslim, ALlah akan mentupi aibnya pada hari kiamat, dan barang siapa mengumbar aib saudaranya muslim, maka Allah akan mengumbar aibnya hingga terbukalah kejelekanya di dalam rumahnya.”
Penjelasan :
Aib adalah suatu hal yang harus ditutup, tidak boleh disebar karena bisa menyebabkan hal hal yang tidak diinginkan. Dari hadits diatas kita bisa belajar adab, faedah, dan hukum. Dan dari hadits diatas kita juga bisa belajar betapa pentingnya menjaga aib diri sendiri dan aib orang lain.
Jika kita lihat melakukan kemaksiatan, maka kita mendaoatkan haj untuk mengingatkan (nasihat). Jadi secara otomatis nasihat untuk menghentikan perbuatan maksiat itu menjadi wajib.
Dijawab Oleh :
Ahmad Hidayat, S. Pd.
Penjelasan :
Memahami Makna Filosofis Hadis “Menutup Aib Seorang Muslim”
Hadis yang berbunyi, “Barang siapa menutup aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat,” bukan sekadar frasa biasa, melainkan sebuah pedoman hidup yang mendalam. Frasa ini membawa pesan penting tentang etika pergaulan dan pentingnya menjaga kehormatan sesama. Menutup aib di sini berarti tidak menyebarluaskan kekurangan, kesalahan, atau dosa yang dilakukan seorang muslim yang tidak bersifat publik dan tidak membahayakan orang lain.
Tindakan menutupi aib mencerminkan empati, rasa hormat, dan keinginan untuk melihat perbaikan pada diri orang lain. Ini adalah bentuk kasih sayang yang mencegah seseorang terjerumus lebih dalam ke dalam rasa malu atau keputusasaan. Dengan menutupi aib, kita memberi kesempatan bagi saudara kita untuk bertaubat, memperbaiki diri, dan kembali ke jalan yang benar tanpa harus menanggung beban sosial yang berat akibat tersebarnya kesalahan mereka.
Penjelasan Hadis dan Riwayatnya
Hadis ini adalah salah satu landasan kuat dalam Islam mengenai pentingnya menjaga kehormatan sesama. Pemahaman yang benar tentang siapa perawi hadis ini dan konteksnya sangat penting untuk memperkuat keyakinan kita akan keabsahannya sebagai dalil menutupi aib orang lain.
Identifikasi Perawi Hadis Utama
Hadis agung ini, “Barang siapa menutup aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat,” adalah hadis yang sangat terkenal dan memiliki derajat kesahihan yang tinggi. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya, dan juga terdapat dalam riwayat Imam Bukhari dengan sedikit perbedaan redaksi namun substansi makna yang sama. Dalam riwayat Imam Muslim, nomor hadisnya adalah 2590, dari jalur Abdullah bin Umar.
Redaksi lengkapnya dari Imam Muslim adalah:
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, ia tidak menzhaliminya dan tidak pula menyerahkannya (kepada musuh). Barang siapa memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa melapangkan satu kesulitan seorang muslim, Allah akan melapangkan satu kesulitan dari kesulitannya pada hari kiamat. Dan barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aibnya) pada hari kiamat.” (HR. Muslim No. 2580)
Keutamaan Hadis dalam Kitab Shahih Muslim
Kitab Shahih Muslim adalah salah satu dari dua kitab hadis tersahih (bersama Shahih Bukhari) yang diakui oleh umat Islam. Keberadaan hadis ini dalam Shahih Muslim memberikan bobot otoritas yang sangat kuat, menjadikannya dalil menutupi aib orang lain yang tak terbantahkan. Keakuratan sanad (rantai perawi) dan matan (teks) yang sangat dijaga oleh Imam Muslim memastikan bahwa ajaran Nabi Muhammad SAW ini sampai kepada kita dengan integritas tinggi.
Hadis ini sering disebut dalam bab-bab yang membahas tentang keutamaan ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam), menunjukkan bahwa menutupi aib adalah bagian integral dari membangun hubungan yang sehat dan saling mendukung antar sesama muslim. Ini adalah indikator keimanan seseorang dan manifestasi dari akhlak mulia.
Berbagai Redaksi dan Sanad Lainnya
Meskipun riwayat Imam Muslim adalah yang paling sering dikutip untuk redaksi ini, terdapat pula riwayat lain yang serupa dari jalur perawi yang berbeda namun dengan makna yang konsisten. Misalnya, dalam Shahih Bukhari terdapat hadis dari Abu Hurairah yang berbunyi: “Tidaklah seorang hamba menutupi aib hamba yang lain di dunia kecuali Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari No. 2442).
Variasi redaksi ini justru semakin menguatkan status hadis tersebut sebagai dalil menutupi aib orang lain. Adanya banyak jalur periwayatan dengan pesan inti yang sama menunjukkan bahwa ajaran ini adalah bagian fundamental dari sunnah Nabi SAW dan telah diajarkan secara luas oleh beliau kepada para sahabatnya. Konsistensi ini memberikan keyakinan penuh akan kebenaran dan pentingnya hadis tersebut.
Mengapa Menutupi Aib Adalah Sifat Mulia dalam Islam?
Menutupi aib bukan sekadar tindakan kebaikan biasa, melainkan sebuah nilai luhur yang memiliki banyak hikmah dan tujuan dalam Islam. Ia merefleksikan kedalaman iman dan kepekaan sosial seorang muslim.
Membangun Masyarakat yang Harmonis
Penyebaran aib dan gosip adalah racun bagi masyarakat. Ia dapat memicu fitnah, permusuhan, dan merusak kepercayaan antarindividu. Sebaliknya, ketika individu-individu dalam masyarakat saling menutupi aib saudaranya, hal itu akan menciptakan iklim saling percaya, menghormati, dan aman. Ini adalah dalil menutupi aib orang lain yang fundamental untuk menciptakan masyarakat yang kokoh dan penuh kasih sayang, jauh dari perselisihan dan dengki.
Ketika seseorang tahu bahwa kesalahannya tidak akan langsung diumbar, ia akan merasa lebih nyaman untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Lingkungan seperti ini mendorong setiap orang untuk lebih fokus pada perbaikan diri sendiri daripada mencari-cari kesalahan orang lain.
Perlindungan Martabat dan Kehormatan
Martabat dan kehormatan seorang muslim adalah hak yang wajib dilindungi. Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan individu, dan menutupi aib orang lain adalah salah satu cara terbaik untuk melindunginya. Ketika aib seseorang tersebar, ia dapat menerima dampak psikologis yang parah, seperti rasa malu, depresi, atau bahkan pengucilan sosial.
Hal ini dapat menghambat proses perbaikan diri dan menghancurkan harga diri seseorang. Oleh karena itu, menutupi aib adalah tindakan mulia yang menjaga kehormatan sesama. Ini sesuai dengan dalil menutupi aib orang lain yang bertujuan untuk menjaga kemanusiaan dan kebaikan.
Perbedaan Antara Menutupi Aib dan Membiarkan Kemungkaran
Penting untuk membedakan antara menutupi aib pribadi dan membiarkan kemungkaran atau kejahatan yang dapat membahayakan orang lain atau masyarakat luas. Jika suatu kesalahan memiliki dampak negatif yang lebih luas atau dapat menyebabkan kerusakan pada pihak lain, maka tidak tepat untuk diam. Dalam kasus seperti ini, syariat Islam mengajarkan untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran).
Namun, tindakan ini pun harus dilakukan dengan hikmah, nasihat yang baik, dan cara yang paling efektif. Dalil menutupi aib orang lain berlaku untuk kesalahan pribadi yang tidak merugikan orang banyak, bukan untuk kejahatan atau kemungkaran yang harus dicegah.
Batasan-batasan dalam Menutupi Aib
Ada beberapa batasan dalam menutupi aib. Misalnya, jika seseorang secara terang-terangan (tidak tahu malu) melakukan dosa dan menyebarluaskannya sendiri, atau jika aib tersebut berkaitan dengan pelanggaran hak orang lain atau kejahatan, maka menutupi aib tidak berlaku. Dalam kondisi tertentu, melaporkan atau memberi tahu pihak berwenang mungkin diperlukan untuk mencegah bahaya yang lebih besar.
Selain itu, jika seseorang meminta nasihat karena aib atau kesalahannya, maka memberinya nasihat secara diam-diam adalah bentuk menutupi aib yang terbaik. Tujuannya adalah untuk membantu individu tersebut keluar dari kesalahannya, bukan untuk mempermalukannya.
Dalil-Dalil Lain dan Hikmah Menutupi Aib Orang Lain
Selain hadis utama yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, banyak dalil menutupi aib orang lain lainnya yang tersebar dalam Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW. Keseluruhan dalil ini membentuk sebuah kerangka etika yang kokoh bagi umat muslim.
Dalil dari Al-Quran
Meskipun tidak ada ayat yang secara eksplisit menggunakan frasa “menutup aib” dengan kata-kata yang sama persis seperti hadis, Al-Quran mengandung banyak perintah dan larangan yang secara implisit mendukung konsep ini. Salah satu ayat yang relevan adalah Surah Al-Hujurat ayat 12:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)
Ayat ini secara jelas melarang tajassus (mencari-cari kesalahan) dan ghibah (menggunjing), yang keduanya merupakan tindakan yang bertentangan dengan semangat menutupi aib. Tidak mencari-cari kesalahan berarti tidak berusaha menggali aib orang lain, dan tidak menggunjing berarti tidak menyebarkan aib yang sudah kita ketahui. Ini adalah dalil menutupi aib orang lain dari sudut pandang pencegahan dan larangan.
Hadis-Hadis Pendukung Lainnya
Banyak hadis lain yang memperkuat konsep keutamaan menutupi aib dan saling membantu dalam kebaikan. Salah satunya adalah hadis Nabi SAW:
“Barangsiapa meringankan beban seorang Muslim dari suatu kesempitan dunia, niscaya Allah akan meringankan bebannya pada hari Kiamat. Dan barangsiapa memudahkan kesulitan seorang Muslim, niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, niscaya Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
Hadis ini, meskipun mirip dengan hadis utama, menegaskan kembali janji Allah dan mengaitkannya dengan tindakan kebaikan lainnya. Ini menunjukkan bahwa menutupi aib adalah bagian dari rangkaian amalan mulia yang Allah cintai. Ini adalah dalil menutupi aib orang lain yang lebih luas konteksnya, menunjukkan betapa besar pahala yang Allah janjikan.
Mengaplikasikan Ajaran Menutupi Aib dalam Kehidupan Sehari-hari
Menerapkan ajaran menutupi aib dalam kehidupan sehari-hari bukanlah hal yang mudah, terutama di era informasi yang serba cepat ini. Namun, ini adalah latihan spiritual yang sangat berharga. Kita perlu melatih diri untuk tidak mudah tergoda untuk menyebarkan informasi negatif, baik itu melalui gosip lisan maupun media sosial.
Alih-alih menyebarkan aib, kita didorong untuk memberikan nasihat secara pribadi, mendoakan kebaikan bagi saudara kita, dan membantu mereka jika memungkinkan untuk memperbaiki kesalahannya. Dengan demikian, kita tidak hanya meneladani akhlak Nabi SAW, tetapi juga meraih janji Allah untuk menutupi aib-aib kita sendiri di dunia dan akhirat. Ingatlah selalu dalil menutupi aib orang lain sebagai motivasi utama.
Kesimpulan
Hadis mulia yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Barang siapa menutup aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat,” adalah dalil menutupi aib orang lain yang sangat kuat dan fundamental dalam ajaran Islam. Ia bukan hanya sebuah janji pahala yang besar dari Allah, tetapi juga sebuah prinsip etika yang krusial untuk membangun masyarakat yang harmonis, saling menghormati, dan penuh kasih sayang.
Dengan memahami dan mengamalkan ajaran ini, kita tidak hanya melindungi martabat sesama, tetapi juga secara tidak langsung melindungi diri kita sendiri dari bahaya terbukanya aib di hadapan Allah pada Hari Kiamat. Mari kita jadikan menutupi aib sebagai salah satu pilar utama dalam interaksi sosial kita, demi meraih keridaan Allah SWT dan menciptakan dunia yang lebih baik.